Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

Customer Experience sebagai Mesin Cuan: Tips dan Strategi untuk Kemajuan Bisnis yang Berkelanjutan

9
×

Customer Experience sebagai Mesin Cuan: Tips dan Strategi untuk Kemajuan Bisnis yang Berkelanjutan

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Customer Experience sebagai Mesin Cuan: Tips dan Strategi untuk Kemajuan Bisnis yang Berkelanjutan

 

Example 300x600

Jakarta, Milleniumpost.id

 

Salah satu common question yang sering dipertanyakan oleh banyak bisnis terkait dengan Customer Experience (CX) saat ini adalah, apakah CX benar-benar investasi yang akan menghasilkan cuan atau CX hanya tren semata yang tidak memberi kontribusi yang cukup besar bagi kemajuan perusahaan? The Bridge Academy sebagai perusahaan consulting dan training yang berfokus pada CX, berkolaborasi dengan CX Indonesia dan Miitel RevComm untuk mengupas tuntas topik ini dalam agenda “CX Reflection: Yakin Bikin Cuan? Atau Cuma Tren?” pada 15 September 2025 di GIOI Menteng, Jakarta.

Hybrid talkshow ini membahas beberapa topik menarik seputar CX, mulai dari implementasi CX, hingga yang paling ditunggu ialah tips dan strategi mengelola CX untuk hasil yang optimal dengan menghadirkan Dr. Kartina Sury, QFC, selaku CXPA Asia Leader; Lismaryanti, M.M., selaku CEO The Bridge Academy; dan Bernadus Hananto, selaku Sales Engineer Manager RevComm Indonesia.

CX itu Tanggung Jawab Siapa?

Secara holistik, implementasi CX tidak hanya berkaitan dengan layanan. CX lebih kompleks daripada itu karena mencakup bagaimana strategi perusahaan dirancang, bagaimana budaya organisasi/perusahaan dibangun, hingga bagaimana setiap titik interaksi dengan pelanggan mampu mencerminkan nilai dan misi perusahaan. Dengan kata lain, CX bukan sekadar urusan tim pelayanan, melainkan hasil orkestrasi dari seluruh bagian organisasi/perusahaan, mulai dari leadership di level atas hingga eksekusi di lapangan.

Melihat fakta bahwa CX adalah tanggung jawab seluruh bagian organisasi, penerapan CX juga harus dimulai dari top to bottom. Pimpinan organisasi/perusahaan harus punya statement of direction yang dibagikan dan dipahami oleh lini manajer atau 80% dari seluruh bagian organisasi/perusahaan, sebagaimana yang disampaikan oleh Lismaryanti, selaku CEO of The Bridge Academy.

“Jadi, 80% orang yang kita ajak bicara harus mengerti tentang statement of direction dari organisasi/perusahaan. Jadi, apakah bisa inisiatif customer experience datang dari bawah ke atas? Bisa aja, Mas. Tapi lebih tepat datang dari atas ke bawah karena itu yang bisa menggerakan company,” terang Lismaryanti.

CX vs Revenue Growth: Lebih Prioritas yang Mana dan Bagaimana Menyatukan Keduanya?

Dalam implementasinya, sering kali ada benturan antara operasional CX dengan target revenue. Hal inilah yang sering menjadi tantangan bagi para CX leader/CX head di dalam suatu perusahaan. Ada perjuangan dalam mengkomunikasikan ke manajemen bahwa CX bukan hanya sekadar bagian dalam layanan melainkan juga sebagai pendorong revenue.

Menurut Dr. Kartina Sury, membangun storytelling yang tepat adalah salah satu cara yang terbaik untuk mengkomunikasikan bahwa CX juga merupakan hal yang penting dan berkontribusi terhadap kemajuan bisnis.

“Jadi, jawabannya satu, build your storytelling. Kalau tanpa storytelling, cerita mengenai pain point engga akan nyampe. Cerita priority-nya yang mana engga akan nyampe karena memang betul tidak semua hal bisa dilakukan pada saat yang bersamaan.”

Dalam praktiknya, mengingat bahwa keduanya sama pentingnya, target revenue dan penerapan CX harus bisa disatukan dan berjalan secara beriringan. Hal ini tentunya tidak dapat dipukul rata untuk tiap perusahaan, mengingat masing-masing perusahaan pasti memiliki kondisi yang berbeda-beda. Lalu bagaimana strategi yang tepat? Penjelasan Lismaryanti membantu menjawab pertanyaan tersebut.

“It really depends on the condition. Jadi kalau misalnya (perusahaan) dalam proses survival, ya customer experience (disesuaikan) dengan yang bisa dia lakuin, ya seminim aja dulu. Tapi kalau kondisi company-nya itu lagi oke, ya kita boleh aja (memaksimalkan CX).”

Goals: CX Benar-Benar Berkontribusi terhadap Peningkatan Revenue Bisnis?

Pembicaraan mengenai CX tidak bisa dipisahkan dari data-data. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Lismaryanti bahwa data-data adalah sesuatu yang sangat impactful. Sebab CX salah satunya juga didasarkan pada voice of customer dan hal itu berwujud dalam data-data.

Lebih lanjut lagi, pain point di dalam penerapan CX juga menjadi sesuatu yang penting, bahkan menjadi suatu data penting yang akan berkontribusi dalam peningkatan revenue bisnis. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh Bernadus Hananto, Sales Engineer Manager RevComm Indonesia.

“Pain point bisa menjadi starting point kita untuk menuju langkah selanjutnya. Dari pain point kami akan susun KPI. Nah dari KPI itu nanti kita kita ukur, jadi benar-benar ter-achieve atau enggak. Kalau tidak tercapai, harus kita evaluasi. Baru dari situ akan bergerak ke upsell, cross-sell, dan lainnya. Jadi sebenernya data-datanya data basic tapi yang paling pertama adalah pain point itu.”

Namun di samping itu, tim juga harus memiliki effort lebih untuk menggali data-data dari klien. Sebab effort tersebut akan menentukan kualitas data yang akan didapatkan. Effort ini juga akan membantu perusahaan untuk lebih mendalami dan mem-break down pain point dari klien.

Melalui diskusi ini, perdebatan soal apakah CX benar-benar menghasilkan cuan atau hanya sekadar tren bisa dijawab dengan melihat bagaimana perusahaan mampu mengintegrasikan CX ke dalam strategi bisnis secara komprehensif. CX bukan sekadar tren dalam layanan, melainkan fondasi yang membentuk cara perusahaan membangun hubungan dengan pelanggan, menjaga relevansi, dan menciptakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *