Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Example 728x250
Nasional

Kalah Telak dari Industri Rokok, Kemenkes Angkat Tangan soal Perlindungan Anak?

4924
×

Kalah Telak dari Industri Rokok, Kemenkes Angkat Tangan soal Perlindungan Anak?

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Kalah Telak dari Industri Rokok, Kemenkes Angkat Tangan soal Perlindungan Anak?

 

Example 300x600

Jakarta, 17 Juli 2025 –

 

Negara-negara di dunia sudah bicara soal strategi melawan produk nikotin generasi ketiga. Sementara itu, di Indonesia, masih sibuk memikirkan bagaimana caranya menerapkan aturan yang sebenarnya sudah ada. Bukan karena tak tahu caranya, tapi terlalu banyak tarik-menarik kepentingan yang membuat lambat melangkah.

Kurang dari sebulan sejak World Conference on Tobacco Control (WCTC) 2025 usai di Dublin, Indonesia belum menunjukkan sinyal tegas untuk mempercepat perlindungan terhadap masyarakat, khususnya anak-anak dari bahaya rokok. Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) menggelar konferensi pers bertajuk “Ditawan Industri Rokok: Negara Lain Sudah Sprint, Kemenkes Masih Stretching” sebagai ruang refleksi bersama, sekaligus seruan publik menjelang peringatan Hari Anak Nasional pada 23 Juli.

Direktur P2PTM Kementerian Kesehatan RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, membuka sesi paparan dengan mengakui bahwa posisi Indonesia dalam pengendalian tembakau masih jauh tertinggal dibanding negara lain. Ia menyebut bahwa partisipasi Indonesia di WCTC 2025 bukan untuk sekadar hadir atau menunjukkan dukungan, tetapi sebagai alarm bahwa langkah kita selama ini tidak cukup cepat.

“Negara-negara lain memang sudah berbicara tentang penguatan pengawasan digital, perlindungan dari produk nikotin generasi baru, hingga inovasi pembiayaan pengendalian tembakau. Kita masih berkutat di penegakan aturan dasar,” ucap Nadia.

Ia menyebutkan bahwa Indonesia memiliki regulasi melalui PP 109/2012 dan kini sudah ada PP 28/2024, namun implementasi dan pengawasannya di lapangan masih perlu dukungan. Ia juga menyebut MPOWER, enam strategi global pengendalian tembakau dari WHO, sebagai kerangka kerja yang seharusnya bisa mempercepat pencapaian Indonesia jika dijalankan secara menyeluruh.

“Kemenkes mulai menerapkan strategi pengendalian tembakau dengan MPOWER melalui koordinasi dan kolaborasi. Kami sedang mengupayakan pemantauan dan penegakan yang utuh.” tambahnya.

Sorotan tajam datang dari Beladenta Amalia, Project Lead Tobacco Control CISDI yang menilai Indonesia masih tertinggal dengan negara lain yang sudah fokus mengelola cukai untuk pengendalian tembakau berkelanjutan, sementara Indonesia masih bergulat apakah cukai perlu dinaikkan atau tidak.

“Brazil, yang produksi tembakaunya lebih besar dari kita, sudah ratifikasi FCTC dan menaikkan cukai tiap tahun lewat pendekatan multisektoral. Vietnam bahkan mengenakan pajak tambahan 2% dari harga pabrik rokok untuk mendanai pengendalian tembakau. Sementara di Amerika Latin, cukai naik tapi rokok ilegal justru turun,” jelas Beladenta.

Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, berbicara dari perspektif generasi muda yang menjadi target utama industri. Ia mengungkapkan bahwa strategi industri rokok dalam menggaet orang muda kini jauh lebih licin dan adaptif dibanding regulasi yang mengawasinya.

“Bentuk iklan rokok saat ini sudah tidak selalu lewat billboard, tv, atau majalah, sekarang justru mereka masuk lewat ruang-ruang yang sulit dijangkau oleh pengawasan biasa, misalnya acara musik, kolaborasi konten kreator, sampai visual di jersey komunitas,”

Manik menyebutkan bahwa Indonesia sebenarnya sedang dalam proses merespons ancaman itu. Namun, menurutnya, langkah ini perlu dikawal agar tak berhenti sebagai dokumen teknis tanpa keberanian politik di belakangnya khususnya keberanian Menteri Kesehatan untuk segera melakukan implementasi.

“Kalau industri punya menteri perindustrian, petani punya menteri pertanian, sudah semestinya menteri kesehatan bicara atas nama kesehatan bukan berkompromi dengan industri tembakau,” tegas Manik.

Masuk ke ranah visual, dr. Putu Ayu Swandewi Astuti, Ketua Umum Udayana Central menyoroti bahwa Indonesia juga masih tertinggal jauh dalam hal desain peringatan kesehatan yang efektif, dan perlu segera belajar dari negara lain dalam mendorong standardisasi yang kuat dan tidak kompromistis.

“Edukasi terkait bahaya rokok berupa kemasan bergambar sudah terbukti efektif karena bisa memberikan visualisasi dampak dengan lebih nyata. Sangat penting optimalisasi manfaat ini dengan penerapan kemasan polos (plain packaging) sehingga pesan bergambar menjadi lebih jelas dan tidak dirancukan oleh warna warni branding produk yang mengaburkan pesan bahaya tersebut. Ini juga akan membantu mengurangi daya tarik sehingga orang – orang muda tidak tergoda untuk mencoba produk tembakau dan nikotin” ungkapnya.

Tanggapan dilengkapi oleh Shoim Shariati, Ketua Umum Yayasan KAKAK yang menekankan bahwa keberhasilan penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) sangat bergantung pada komitmen kepala daerah dan dukungan dari kebijakan nasional.

“Komitmen kepala daerah harus diperkuat karena menjadi kunci keberhasilan penerapan KTR, baik dari sisi kebijakan maupun implementasinya. Daerah dengan standar kebijakan yang baik dan pelaksanaan yang konsisten dapat dijadikan praktik baik dalam memperkuat perlindungan terhadap anak dari bahaya rokok,” ujar Shoim.

Ia juga menyoroti pentingnya pelarangan total terhadap iklan, promosi, dan sponsor rokok di tingkat daerah, serta mendorong pemerintah pusat untuk memberi dukungan kebijakan yang lebih kuat agar praktik baik ini bisa direplikasi secara nasional.
Konferensi pers ini ditutup dengan pembacaan Manifesto Pengendalian Tembakau 2025:

Rekomendasi Indonesia Pasca WCTC, sebagai bentuk dorongan kolektif agar pemerintah segera menjalankan regulasi yang sudah ada, tanpa lagi terjebak dalam ‘pemanasan tanpa akhir’.

Tentang Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC): Koalisi kaum muda dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pengendalian zat adiktif berupa produk tembakau di Indonesia dengan pendekatan yang inklusif dan bermakna. Nama IYCTC mengalami penyesuaian pada tahun 2023, yang sebelumnya dikenal dengan Dewan Muda Indonesia untuk Pengendalian Tembakau [Indonesian Youth Council for Tobacco Control – IYCTC] yang telah disepakati dan terbentuk pada 20 Februari 2021, melalui musyawarah virtual yang dihadiri 50 perwakilan kaum muda sekaligus penggagas IYCTC dari 45 organisasi/komunitas dari 28 kabupaten/kota se-Indonesia.
Kontak: iyctc.id@gmail.com
Website: www.iyctc.id || Instagram dan TikTok: @iyctc.id || Twitter: @iyctc_id || Youtube: https://www.youtube.com/@iyctc8467.

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *